Selasa, 28 Mei 2013

Bagaimana memasukkan basket dalam fisika ?

Inti utama dari olahraga basket adalah bola basket itu sendiri. Semua pemain dari kedua tim yang bertanding berlomba-lomba memperebutkan satu bola yang sama untuk kemudian menjebloskannya ke dalam keranjang basket milik lawan. Bola basket yang baik dan berstandar internasional menjadi syarat utama
pertandingan basket dunia. Tetapi sebaik apa pun bola basket tersebut, yang menjadi peranan utama adalah teknik permainan para atlet di lapangan. Teknik permainan para atlet ini merupakan demonstrasi fisika yang sangat atraktif dan penuh intensitas. Perkembangan olahraga bola basket selama dua puluh tahun terakhir sangat dipengaruhi oleh perkembangan fisika dalam hal pemantulan bola, lemparan-lemparan jitu, dan lompatan pemain yang bagaikan terbang di udara.

Lemparan lay-up
Magic Johnson sangat terkenal dengan lemparan lay-up nya. Dalam melakukan lemparan ini Magic mula-mula berlari sambil mendribble bola, setelah melewati beberapa pemain lawan, dekat dengan keranjang basket, ia melompat dan melepas (tanpa melontarkannya keras-keras) bola ke atas. Bola melayang,
membentuk lintasan lengkung yang manis dan masuk dalam keranjang dengan cantiknya. Banyak orang tercengang mengapa dengan hanya melepasnya, bola dapat bergerak melengkung. Darimana bola mendapat kecepatannya? Apakah ini suatu “magic” atau sihir?
Tentu saja bukan! Ini bukanlah sulap atau sihir. Ini adalah fisika. Pada abad ke-19 Newton sudah mengatakan (hukum Newton) bahwa suatu benda yang sedang bergerak akan cenderung terus bergerak. Bola yang dibawa lari oleh Magic mempunyai kecepatan sama dengan kecepatan Magic. Ketika dilepas, bola akan meneruskan gerakannya dengan kecepatan semula, sehingga bola dapat meluncur manis ke dalam keranjang.
Lucky shot

Dalam melakukan lemparan bebasnya dari jarak sekitar 4,5 meter, Michael Jordan sering membuat bola berputar dengan backspin (lihat gambar 1). Kata orang backspin dapat menjinakkan bola ketika menumbuk papan penyangga keranjang basket. Saking jinaknya, setelah memantul dari papan ini bola sepertinya kehilangan kecepatannya dan jatuh masuk dalam bola secara manis. Wah apakah ini kebetulan (lucky shot)? Kok bisa begitu... aneh sekali mengapa bola bisa jadi jinak. Apakah Jordan mempunyai alat kontrol remote yang dapat membuat bola jinak? Atau apakah Jordan mempunyai kekuatan supranatural?
Tentu saja jawabnya juga tidak. Ini ada hubungannya dengan fisika gesekan. Ketika bola yang berputar dengan backspin ini menumbuk papan penyangga keranjang, maka timbulah gaya gesekan antara bola dan papan itu. Gaya gesekan ini arahnya vertikal keatas berlawanan dengan arah komponen vertikal dari
kecepatan bola. Gaya gesekan ini menghambat lajunya bola. Bukan itu saja gaya gesekan juga mengurangi putaran bola (Gambar 2). Pengurangan kecepatan (baik lajunya maupun kecepatan putarnya) ini berakibat bola bergerak lambat dan menjadi jinak. Akibatnya bola dapat secara perlahan jatuh dalam keranjang. Hal
ini tidak terjadi pada bola yang berputar dengan forward-spin. Pada bola ini gesekan akan mempercepat gerakan bola sehingga bola terpantul keras, liar dan tidak mau masuk keranjang (Gambar 3).
Raksasa O’Neal
Dalam permainan basket salah satu atraksi yang menarik adalah bagaimana dengan si raksasa Shaquille O’Neal melabrak musuh-musuhnya dan melompat melakukan slam dunk (Gambar 4). Menurut teori tumbukan, jika dua benda bertumbukan maka benda yang ringan akan terlempar. Hal ini menjelaskan
mengapa lawan-lawan O’Neal yang bertubuh relatif lebih kecil tidak mampu menahan laju raksasa yang beratnya 152 kg ini, sehingga sang raksasa berhasil menyarangkan bola dengan melakukan slam-dunk tanpa ada yang mampu menghalanginya.
Dribble
Seorang pemain yang sedang melakukan dribble sebenarnya memanfaatkan Hukum III Newton tentang gaya aksi-reaksi. Saat bola dilepaskan oleh Eric Snow, gaya gravitasi bumi menariknya jatuh ke lantai. Ketika bola bertumbukan dengan lantai, bola memberikan gaya pada lantai (gaya aksi). Sebagai akibatnya lantai memberikan reaksi melawan gaya aksi ini. Gaya yang diberikan lantai ini disebut gaya reaksi yang besarnya sama dengan gaya aksi. Gaya reaksi inilah yang menyebabkan bola memantul lagi ke atas. Namun karena sebagian energi bola terserap lantai maka bola pantul tidak dapat mencapai ketinggian semula. Untuk mengkompensasi energi yang yang terserap oleh lantai ini maka Eric Snow harus memberi ekstra dorongan pada bola ke arah bawah (Gambar 5). Dorongan ekstra ini akan diteruskan bola pada lantai. Karena
mendapat gaya dorong yang lebih besar maka lantai memberikan gaya reaksi yang lebih besar pula yang menolak bola ke atas lebih keras.
Hang time

Satu atraksi lain yang menakjubkan dalam permainan basket adalah ketika Kobe Bryant melakukan hang time. Pada gambar 6 tampak Kobe sepertinya terbang. Apakah benar-benar Kobe dapat terbang? Bagaimana ia mengalahkan gaya gravitasi yang menariknya untuk turun?
Sebenarnya apa yang tampak pada gambar 6 adalah suatu illusi saja. Kobe tampak seperti terbang tetapi ia sebenarnya tidak terbang. Pemain seperti Jordan, Kobe, O’Neal dengan lompatan setinggi 1 meter hanya mampu bertahan diudara selama 0.9 detik saja. Agar mereka tampak terbang maka ketika melompat mereka harus melompat dengan kecepatan setinggi-tingginya sambil berlari kemudian ketika turun mereka menekuk lututnya sehingga mereka akan kelihatan jatuh lebih lama. Kecepatan lari pemain basket akan menambah lama hang time nya itu.
            Hang time dimanfaatkan oleh Kobe dan Jordan untuk mengecoh lawan yang hendak memblok mereka dalam menyarangkan bola ke keranjang. Pada gambar 7 dilukiskan pemain yang melompat melakukan hang time. Gerakan pemain ini berusaha di blok oleh lawannya. Kebanyakan pemain akan melepas bola ketika ia naik (A) atau di titik puncaknya (B). Michael Jordan atau Kobe mampu melepas bola di A, B atau C. Lama waktu untuk mencapai titik C sekitar 0.6 detik, sedangkan lamanya pemain lawan melakukanhang time (tanpa berlari) menurut
Zumenchik adalah 0.5 detik. Jadi jika Kobe melepas tembakan di C maka lawan tidak akan punya waktu untuk membloknya sehingga dengan mudah Kobe menyarangkan bola ke keranjang. (Yohanes Surya)
Bagaimana? Asyik bukan melihat atraksi fisika dalam permainan basket?

DAFTAR PUSTAKA




Minggu, 11 Maret 2012

Apa benar mendayung terdapat teori fisikanya?


Olahraga dayung semula dikenal sebagai suatu cara transportasi dan penyelamatan diri selama masa peperangan di laut. Negara-negara seperti Yunani dan Viking dikenal dengan perahu-perahu dayungnya yang dikemudikan oleh banyak pedayung handal (mencapai 30 pedayung dalam 1 perahu). Kegiatan mendayung ini mulai dijadikan suatu bentuk olahraga di River Thames, Inggris. Sejak saat itu olahraga dayung menjadi olahraga paling populer di Inggris. Berbagai perkembangan dalam teknik mendayung ternyata didasari oleh berbagai konsep fisika yang diaplikasikan dalam olahraga ini.


Gambar 1 Perlombaan mendayung sebagai suatu bentuk olahraga

Faktor utama yang paling mempengaruhi kecepatan perahu adalah daya dorong perahu (propulsion). Mekanisme pergerakan perahu dalam air mengikuti Hukum III Newton tentang aksi dan reaksi. Menurut hukum ini, setiap gaya aksi selalu mendapatkan gaya reaksi yang besarnya sama tetapi pada arah yang berlawanan. Dalam proses mendayung, pedayung memindahkan sejumlah massa air ke belakang (gaya aksinya) sebagai reaksinya air akan mendorong perahu maju. Untuk menggerakan perahu dengan massa total (termasuk massa pedayung) 100 kg, dengan kecepatan 1 m/det, kecepatan dayung (kecepatan air yang
dilontarkan) yang dibutuhkan 10 m/det jika massa air tersebut sebesar 10 kg. Atau kecepatan dayungnya 5 m/det jika massa air tersebut 20 kg. Disini kita mempunyai kebebasan menentukan kecepatan dayung kita untuk mencapai kecepatan optimum.

Dalam menentukan kecepatan dayung yang optimum konsep lain yang perlu diperhatikan adalah konsep energi kinetic. Pada kasus 1, besarnya energi yang dibutuhkan adalah 550 Joule, sedangkan energi yang dibutuhkan untuk kasus 2 adalah 300 Joule. Besarnya energi kinetik yang terlibat pada kasus 1
hampir dua kali lipat energi yang terlibat di kasus 2. Hal ini menunjukkan bahwa teknik yang lebih efisien adalah dengan mendayung perlahan tetapi jumlah massa air yang dipindahkan diperbesar. Ini merupakan dasar yang menjadi alasan dipilihnya ukuran ujung dayung yang lebih besar (Hatchet Blade) supaya dapat
memindahkan air dalam jumlah yang lebih banyak (Gambar 2).
Faktor lain yang juga mempengaruhi kecepatan pergerakan perahu adalah hambatan (resistance) akibat gaya tarik (drag) air. Ada tiga macam hambatan drag, yaitu skin drag (karena gesekan antara air dengan perahu), form drag (turbulensi), dan wave drag (hilang energi pada pembentukan ombak). Dari ketiganya, hambatan yang terbesar dihasilkan oleh skin drag. Besarnya hambatan ini sebanding dengan kuadrat kecepatan perahu dan bergantung pada bentuk kerangka perahu. Untuk mendapatkan kecepatan gerak yang konstan (tidak ada
percepatan) diperlukan gaya yang besarnya sama dengan besarnya hambatan tersebut.

Pada suatu pertandingan dayung, kecepatan mendayung dapat bertambah maupun berkurang (semakin cepat atau semakin lambat) selama pertandingan berlangsung. Analisa menggunakan konsep fisika menunjukkan bahwa perubahan kecepatan sangat tidak efektif dalam hal penggunaan energi. Ada persepsi yang menganggap bahwa untuk dapat memenangkan pertandingan, kecepatan mendayung harus ditingkatkan saat garis finish semakin dekat. Misalnya pada menit pertama kecepatan mendayung adalah 4 m/det. Kecepatan ini kemudian ditingkatkan menjadi 6 m/det pada menit yang kedua. Selama dua menit tersebut jarak yang ditempuh adalah 600 m. Total kerja yang dilakukan adalah 1680 Joule. Jarak yang sama sebenarnya dapat pula ditempuh oleh perahu yang sama tanpa perubahan kecepatan selama dua menit tersebut (misalnya kecepatan konstan pada 5 m/s selama dua menit). Kerja yang harus dilakukan pada sistem yang bergerak dengan kecepatan konstan ini adalah 15000 Joule. Ilustrasi ini menunjukkan bahwa penggunaan kecepatan yang konstan sepanjang lintasan merupakan teknik yang lebih efektif karena membutuhkan kerja (dan daya) yang lebih sedikit untuk menempuh jarak yang sama. Pertambahan kecepatan di saatsaat akhir menjelang finish hanya menghasilkan kelelahan yang lebih bagi para pedayung karena kerja yang harus dilakukan lebih besar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar